Esti Asmalia (tengah tanpa jilbab) bersama Rahwati menjadi finalis Eagle Award 2008.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
skip to main |
skip to sidebar
Jika dihitung dari 0-5, berapa effektifkah film sepert ini Tanah Terakhir ini membantu anda memahami realitas.
Komunitas Tanah Terakhir
Files
Salam Editorial :
SELAMAT datang di komunitas tanah terakhir. Komunitas ini lahir untuk mendukung film dokumenter yang digarap Esti Rahmawati dan Esti Asmalia.
Film ini bercerita tentang kearifan tradisional masyarakat Dayak `Ntuka di Sungai Krio dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan untuk pengobatan, perladangan, perburuan, dan pertambangan yang terseret pada situasi dilematis dengan meningkatnya kebutuhan hidup pada kondisi perekonomian sekarang, ditambah masuknya perusahaan kayu dan penggunaan mesin tambang, sedangkan fasilitas pendidikan dan kesehatan tetap minim. Ironis, karena mereka hidup ditanah kaya sumber daya hutan dan pertambangan, pada saat yang bersamaan kesejahteraan rupanya belum berpihak pada mereka.
"BERAPA harga sebuah televisi, dvd player, generator set dan dua buah chain saw? Jawabannya, pohon di tiga bukit dan tiga sungai! Lalu berapa harga satu meter kubik kayu meranti? Tidak lebih dari enam lembar uang ribuan!," tulis Esti Asmalia kepada Komunitas Tanah Terahir dalam sebuah e-mail.
Kerja keras Rahmawati dan Esti Asmalia telah menginspirasi kami untuk melakukan hal yang sama. Kami sadari bahwa bumi kita ini sedang terancam hidup nya. Kita perlu bertindak sebelum kondisi bumi semakin parah dan manusia menjadi korban.
Salah satu cara yang kami tempuh untuk menyelamatkan bumi adalah menyebarkan gagasan, pemikiran dan nilai-nilai yang ada dalam film Tanah Terakhir. Selain itu, kami juga berbagi cerita tentang usaha-usaha penyelamatan bumi lainnya.
Kami bekerja secara sukarela, independen dan mandiri. Kami melakukan ini, karena kecintaan kami kepada bumi, manusia dan segala isinya.
Kami berharap siapapun yang mengunjungi blog ini bisa terinspirasi. Bumi ini adalah milik mu, milik ku dan milik kita semua. Saatnya kita bertindak.
Anda dapat berpartisipasi dengan mengirimkan artikel, foto atau apa saja yang bertema manusia dan alam. Kami akan membantu meng-edit karya Anda tanpa merubah subtansi.
Selain itu Anda juga dapat berpartisipasi dengan memberikan dukungan kepada Esti Asmalia dan Rahmawati. Caranya mudah.
Ketik sms : EA (spasi) Tanah kirim ke 6876
dan
Ketik surat dukungan Anda (+/- 500 karakter) lalu kirim ke : tanah.terakhir@gmail.com
Ayo dukung Rahmawati dan Esti Asmalia...
Ayo selamatkan bumi, Ayo selamatkan Tanah Terakhir kita..
Salam,
Komunitas Tanah Terakhir
Para Saudara Bumi :
- Sri Sultoni - Cirebon -
- Dia Purba - Medan -
- Francesca wicaksono
- Frans Esensiator - Palangkaraya -
- Nano - Banda Aceh -
- Aktivitas Sarumaha - Pulau Nias -
- Mufidah - Blitar-
- Toyo Manullang - Medan -
- Citra Ayu Tongli - Medan -
- Meilina P - Bangkok, Thailand -
- Veronika Lase - Roma, Italy -
- Budi Hartono - Jakarta -
- Baringin Marbun - Tarutung-
- Effendi Hutagaol - Medan -
- Dian Elisa - Banda Aceh -
- Sauli Lase - Pulau Nias -
- Siti Nur Aliah - Kalimatan Tengah -
- Gabriel L. Zalukhu - Pulau Nias-
- Umara Maharani - Banda Aceh -
- Erika "inggit" - Banda Aceh -
- Erix Hutasoit - Pulau Nias -
- Huzer Apriansyah - Jakarta -
- Sindikasi CEFIL 19
- Eagle Award
1 comment:
"Tanah Terakhir"..., yang muncul di benak saya ketika membaca judul ini adalah sejengkal tanah seluas dua telapak kaki saat berdiri.
Singkat memang, tapi, rajutan film itu seolah "menggethok" kepala kita. Lihat di sana! Semacam itu...
Selamat buat Echa dan Ema, yang telah memberikan semua yang terbaik, demi karya ini. Semoga ini bukan karya terakhir kalian.
Salam,
APO di Surabaya
Post a Comment