Wednesday, October 15, 2008

Mulailah dari Sejarah

Apresiasi untuk film Tanah Terakhir

Pengantar :
Dian Purba, seorang aktivis cum penikmat sastra dan sejarah di Medan, mengirimkan apresiasinya tentang Film Tanah Terakhir. Melalui tulisannya dibawah,, dia berpesan untuk kembali kepada sejarah. Sejarah yang dia maksud, tidak sesempit buku teks yang beredar diruang-ruang kelas. Bagi Dian, sejarah adalah catatan alam dan manusia yang berserakan di jagad raya ini. Yaitu sebuah rentetan tradisi yang ramah dan satun terhadap alam. Tradisi yang tidak menjadikan orang kelaparan dan terkena bencana. Dian merasa berterima kasih kepada Film Tanah Tanah terakhir, karena telah mengingatkan nya kembali tentang sejarah moyang yang punya saudara ”kandung” yaitu alam.

Oleh DIAN PURBA

SUATU kali Pramoedya berkata umumnya orang Indonesia itu menderita “busung-lapar histori”. Semua yang baik dari makanan yang kita namakan “sejarah yang benar” telah diambil sarinya. Direbut dari tubuh, dibuatkan ke dalam bentuk yang baru berupa tulisan para “ahli” dan dinamakan kitab tentang segala sesuatu yang (dipaksakan) benar. Tubuh-tubuh yang telah diambil sarinya dibiarkan hidup tanpa memberi kesempatan memperoleh asupan giji yang cukup.

Sejarah bagi penguasa adalah pedang. Pedang bermata dua. Mata yang satu ditujukan kepada pihak yang dinamakan “kita”. Mata kedua ditujukan kepada mereka-mereka yang bukan “kita”. “Kita” diartikan semua individu atau kelompok yang berada di dalam kerangka pemikiran penguasa. Mereka yang terang-terangan, sembunyi-sembunyi berada di luar kerangka berpikir sang empu nya kuasa adalah kelompok “bukan kita”. Mereka sangat tidak disukai. Juga sangat ditakuti. Makar, demikian mereka dinamai.

Sejarah ditulis oleh mereka yang berkuasa untuk membenarkan kekuasaannya. Ini penting, untuk tidak mengatakan teramat penting. Inilah yang terjadi pada bangsa ini untuk waktu yang teramat lama. Sejarah yang benar dibuat bengkok kemudian ditulis ulang. Semua dikaburkan bahkan dihilangkan, dimanfaatkan untuk kepentingan politik penguasa dan rejim.

Alhasil, sejarah yang kita pahami adalah sejarah sebagai doktrin bukan sebagai telaah kritis tentang masa lalu. Bukan pula yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan penghormatan terhadap alam. Kita harus memberanikan diri membuka tabir gelap bangsa ini. Kesalahan-kesalahan di jaman dulu harus kita akui sebagai sebuah kesalahan.

Dari mana kita harus memulai? Max Lane dalam Bangsa yang Belum Selesai (2008) kira-kira mengatakan: ini saatnya kaum muda “dipaksa” untuk memahami dan mengkaji ulang sejarah bangsa mereka sendiri. Sejarah yang kita anggap selama ini benar tidak dapat diterima lagi. Karena, sekali lagi meminjam Pram, kalau orang tidak tahu sejarah, ia tidak akan paham masa kini, apalagi masa depan. Dengan demikian “busung-lapar histori” akan menjadi “sehat histori”. ***

No comments: